blog ini memberikan ulasan ilmu-ilmu menjadi wawasan baru anda seperti Ilmu Hukum, Hukum Keluarga, Psikologi Keluarga, Kesehatan Keluarga, Ilmu Sosial, Dunia Pendidkan.

PARADIGMA INTEGRASI ILMU

 

PARADIGMA INTEGRASI ILMU: MODEL JARING LABA-LABA, POHON ILMU DAN TWIN TOWERS 

Lailatul Fatiha

Abstract

Integration is an effort to combine general science and religion. The integration of science and religion requires a philosophical foundation which consist of 3 pilars, namely ontology, epistemology and axiology, so that religion is not only an ethical foundation but also a philosophical basis for the development of science. So that in integrating yhe general sciences and religious sciences, the following models can be aplied in educational institutions, such as the spider web model, the science tree model and twin towers model.

Keyword: Integration of Science, spider web model, the science tree model and twin towers model.

A.    Latar Belakang

Integrasi keilmuan lahir karena dikotomi antara ilmu umum dan agama. Diantara faktor yang menjadikan dikotomi tersebut yaitu terdapat perbedaan dalam hal ontologi, epistemologi dan aksiologi yang terdapat pada ilmu pengetahuan tersebut.

Integrasi merupakan langkah untuk menyatupadukan wahyu Ilahi dan pikiran manusia, tidak mengasingkan Tuhan dan manusia[1]. Karenanya dalam melakukan integrasi ilmu harus mempertimbangkan aspek ontologis, epistemologis dan aksiologis. Secara ontologi harus mengetahui adanya kenyataan lain disamping kenyataaan empiris. Secara epistemologi harus menilik posisi wahyu dan naluri serta kaitan keduanya dengan akal. Secara aksiologi harus menuju pada tujuan tertentu tidak hanya pada hal duniawi semata.  

Persoalan dikotomi tersebut membutuhkan solusi berupa integrasi keilmuan. Hal ini bisa dilihat dengan menerapkan pemikiran para ilmuwan yang menghubungkan ilmu umum dan ilmu agama dengan menggunakan sebuah model, seperti model pohon ilmu ImamSuprayogo, jring laba-laba Amin Abdullah dan twin towers Nur Syam.

Oleh sebab itu, tulisan ini akan membahas lebih dalam mengenai paradigma ilmu melalui model pohon jaring laba-laba, pohon ilmu dan twin towers.

B.     Pembahasan

1.      Paradigma Integrasi Ilmu

Kata Integrasi dari asal bahasa Inggris integration, integrate yang artinya menghubungkan, dan menyatukan. Dalam konteks keilmuan, arti integrasi ilmu merupakan sebuah proses untuk menyatukan ilmu umum dan ilmu agama sehingga menghasilkan pola integratif terkait ilmu pengetahuan.[2] Menurut Imam Suprayogo memaknai konsep integrasi yaitu al-Qur’an dan hadist dijadikan grand theory pengetahuan, menjadikan ayat ayat kauniyah dan qauliyah dapat diterapkan.[3]Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa integrasi keilmuan merupakan langkah  untuk menggabungkan ilmu umum dan agama.

Sebagaimana ungkapan Albert Einstein tentang agama “Religion without science is blind, Science eithout religion is lame” Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa sains dan agama termasuk 2 bagian yang tak terpisahkan. Sehingga dengan integrasi ini maka ilmu tidak bisa dilihat secara parsial, namun menjadi satu kesatuan yang utuh, dimana ilmu yang dikaji akan selalu berkembang secara dinamis dan mudah menyesuaikan engan kebutuhan zaman.

2.      Integrasi ilmu dalam aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi.

a.       Sain dan agama dalam pandangan ontologi

Ontologi merupakan elemen filsafat yang membincangkan mengenai hakekat yang ada. Dalam hal ini terbagi menjadi 3; mungkin ada (jawaz al-wujud), mustahil ada (mustahil al-wujud), , dan wajib ada (wajib al-wujud). Sehingga kedudukan ilmu dan agama itu menyatu dengan wujud Tuhan yang bersifat wajib ada. Jadi, dari segi ontologi, integrasi antara ilmu dan agama bersifat integratif-interpedentif, yaitu kedudukan antara ilmu dan agama saling bergantung sama lain. Dan ilmu dan agama sama-sama berasal dari Tuhan.

b.      Sains dan agama dalam pandangan epistemologi

Dalam pandangan epistemologi selalu didasari pemahaman ontologi. Jika dalam pandangan ontologi integrasi antara ilmu dan agama bersifat integratif-intedepedentif, maka menurit epistemologi bermakna integratif-komplementer. Dikatakan bahwa sumber ilmu itu tidak berasal dari akal dan indera saja, tapi juga dari intuisi dan wahyu. Seperti pengetahuan yang dikelompokkan oleh filsuf al-kindi yaitu, ‘ilm Ilahi (ilmu yang berasal dari Qur’an dan hadist), dan ‘ilm insani (ilmu berasal dari pikiran manusia. Dimana kedua pengetahuan antara ‘ilm Ilahi dan ‘ilm Insani saling integratif-komplementer. Dimana ‘ilm ilahi sebagai grand tehory ilmu yang diambil dari ayat-ayat qauliyah, dan ‘ilm insani diambil dari ayat-ayat kauniyah.

c.       Sains dan agama dalam pandangan aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai.

Dari segi ontologis bersifat integratif-interdependentif, secara epistemologis bersifat integratif-komplementer, maka secara aksiologis integrasi ilmu agama bersifat integratis-kualifikatif. Dimana nilai (kebenaran, kebaikan, keindahan dan keilahian) saling keterkaitan dan dijadikan pertimbangan untuk menentukan kualitas nilai tersebut. Ilmu dan agama bukan sesuatu yang terpisah. Kesempurnaan ilmu Tuhan dapat dinilai dari ciptaan-Nya di alam ini, dimana tidak ada satupun ciptaan-Nya yang sia-sia.

Jadi, hubungan ilmu dan agama membutuhkan pijakan filosofis berupa ontologi, epistemologi dan aksiologi, dengan ini, maka agama bukan sekedar pijakan etis saja tetapi juga menjadi pijakan filosofis bagi perkembangan ilmu.

3.      Model jaring laba-laba

Model spider web atau jaring laba-laba ini merupakan model yang dirintis Amin Abdullah di UIN Yogyakarta. Model ini digunakan untuk menjembatani jurang pemisah antara ilmu keIslaman klasik dan ilmu baru. Amin Abdullah menggambarkan hubungan antara ilmu umum dan ilmu agama secara metaforis digambarkan seperti jaring laba-laba (spider web). Dimana antar ilmu tersebut saling bertautan secara aktif. Corak hubungan seperti ini disebut corak integratif-interkonektif..[4] berdasar pandangan Amin Abdullah corak integrasi interkoneksi merupakan bahasan mengenai ilmu Islam dan mengkaji salah satu bidang ilmu lainnya dan melihat keterkaitan antar disiplin ilmu tersebut (mempertemukan ilmu umum dan agama). Dimana model ini merupakan konsep keilmuan yang berusaha untuk megaitkan antara ilmu alam, ilmu agama dan humaniora. Sehingga ketiganya akan dapat berhubungan dengan bertegur sapa satu sama lain. Tujuannya yaitu agar dapat mengerti kehidupan manusia secara sistematis dan komprehensif.

Gambar model jaring laba-laba ini memiliki arti bahwa visibility atau batas keilmuan integralistik sangat luas. Adapun garis putus-putus  bertujuan menentukan tempat yang masih bisa diisi oleh bidang keilmuan lainnya. Yang berada di tengah adalah al-Qur’an dan hadist sebagai core keilmuan. Yang didalamnya terdapat metodologi an pendekatan yang bermacam-macam yang digunakan dalam melakukan penafsiran Qur’an hadist secara hermeneutik. Kemudian, lapis selanjutnya yaitu diisi oleh ilmu umum yang merupakan pengembangan dari ilmu agama. Lapis terluar yaitu terkait topik yang sedang berkembang di masyarakat, dimana topik tersebut digunakan untuk mempertemukan ilmu umum dan agama agar relevan dengan kondisi saat ini. Sehingga topik yang diangkat harus sesuai dengan perkembangan sosio-kultural.[5]

Uraian di atas dapat dilukiskan sebagai berikut: jaring laba-laba ini terdiri dari 4 lapis lingkaran. Lapis pertama (paling dalam) adalah al-Qur’an dan hadist. Lapis kedua yang membangun alur dan berisi 8 disiplin akademik (ushuluddin yang mencakup falsafah, ilmu kalam, tasawwuf, hadist, tarekh, fiiqh, tafsir dan lughoh). Lapis ketiga adalah alur pengetahuan teoritik seperti (sosiologi, hermeneutik, filologi, fenomenologi, psikologi, filsafat, sejarah, antropologi, arkeologi, etika,  dan semiotika). Dan lapis keempat merupakan alur pengetahuan aplikatif seperti ( masalah religius-pluralisme, sains dan teknologi, ekonomi, HAM, politik, cultural studies, isu gender, masalah lingkungan, dan sebagainya). [6]

Terdapat tiga pilar utama keilmuan integrasi interkoneksi dalam jaring laba-laba ini yaitu hadlarah al-il, hadlarah al-nash, hadlarah al-falsafah dan.[7]

Dengan demikian melalui paradigma ini, maka natural science, humanities dan natural science akan saling terkait sehingga tidak lagi hidup sendiri. Meskipun masing-masing ilmu tersebut tetap sesuai dengan identitasnya tanpa harus membaur pada disiplin ilmu lainnya. Sehingga hal ini akan menghasilkan insan yang cakap dalam mengatasi dan menganalisis segala permasalahan yang berkaitan dengan humanisme dan religius di masa modern dan pascamodern dengan berbagai pendekatan yang telah dikuasainya dalam ilmu sosial, alam dan humaniora kontemporer.[8] Oleh sebab itu, disiplin ilmu pengetahuan tidak lagi berdiri sendiri, namun berbagai disiplim ilmu harus saling berdialog untuk mengatasi berbagai isu yang sedang berkembang saat ini.

4.      Model pohon ilmu

Pohon ilmu termasuk model integrasi atau afiliasi antara ilmu umum/ ayat-ayat kauniyah dan ilmu agama Islam/ayat-ayat qauliyah. Model ini digagas oleh Prof. Imam Suprayogodi UIN Malang.  Dimana menurut Imam Suprayogo mengatakan tentang filosofis pohon ilmu “bahwa pada sebatang pohon, selalu terbayang pada dirinya, terdapat sebuah keindahan, dan sangat tepat digunakan untuk menerangkan tentang integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama. Pohon tumbuh dalam waktu lama, bertahun-tahun, bahkan beberapa jenis tertentu usianya melebihi usia manusia. Kehidupan dan pertumbuhan pohon juga untuk menggambarkan juga ilmu selalu tumbuh dan berkembang”.[9]

Menurut Muhammad In’am, pohon memiliki banyak ilustrasi untuk berfilsafat. Akar digunakan untuk mengilustrasikan tentang asal mula filsafat atau hal-hal yang menjadi pangkal tolak orang berfilsafat. Sedangkan batang digunakan untuk menjelaskan tentang pokok bahasan utama dalam filsafat yang kemudian melahirkan beragam sub pembahasan atau cabang pohon, dan dari cabang itulah terdapat ranting yang menggambarkan sub-sub pembahsan. Sedangkan buah, menggambarkan tujuan akhir dari berfilsafat yaitu kebenaran dan manfaat praktisnya.[10]

 

 

Gambar di atas memiliki makna sebagai berikut: Akar yang kokoh menggambarkan ilmu alat seperti lughoh Arab, lughoh Inggris, lughoh Indonesia, filsafat ilmu, ilmu logika, IAD dan ISBD. Sedangkan batang pohon melambangkan bahasan kaidah Islam seperti, sirah nabawiyah, al-Qur’an, pemikiran Islam, hadist dan sejarah. Adapun dahan dan ranting menggambarkan ilmu humaniora, sosial dan alam.[11]

Jadi, dalam pohon tersebut yang memiliki beberapa komponen  itu memiliki fungsi yang berbeda, namun tetap merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu sama-sama bertujuan untuk menghasilkan buah yang manis, sehat dan segar yang bermanfaat bagi manusia.  supaya pohon tidak tumbang maka akarnya harus kuat, batangnya harus kokoh dan bagus serta dahan ranting juga harus bagus dan segar. Artinya, apabila mahasiswa mengusai bidang keilmuan dengan sangat baik, maka artinya semakin bagus mahasiswa menguasai bidang keilmuan tersebut maka akan mampu mengembangkan dan memahami batang pohon. Yang mana al-Qur’an dan hadist sebagai fondasi ilmu pengetahuan. Kemudian, dari berbagai macam dahan dan ranting ini mahasiswa bisa memilih dan menguasai salah satu dari ca bang keilmuan ini. Dahan dan ranting yang jumlahnya  banyak ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan selalu bertambah sesuai perkembangan zaman dan kepentingan manusia. Adapun buah yang diproduksi oleh pohon tersebut melambangkan hasil dari penerapan pendidikan Islam  yaitu iman, amal dan akhlak.

 

5.      Model twin towers

Model twin towers atau menara kembar yang di gagas oleh Nur Syam yang diaplikasikan di UIN Surabaya. Menurut Tim UIN Surabaya secara epistemologis, berusaha untuk melakukan pembangunan terhadap struktur keilmuan, dimana agama, sosial dan ilmu alam ini memungkinkan bisa tumbuh secara wajar dan memadai. Dimana masing-masing ilmu mengalami perkembangan. Bangunan menara yang satu digambarkan sebagai ilmu keislaman, dan menara satu lagi sebagai ilmu lainnya. Keduanya memiliki keterkaitan dan bertemu dalam puncak yang saling bertemu, bertegur sapa dan berkomunikasi dan disebut dengan konsep ilmu keislaman multidisipliner.[12]





Berdasarkan gambar menara kelilmuan tersebut menggambarkan al-Qur’an dan hadist sebagi pondasi keilmuan, kemudian bangunan menara yang berdiri tegak disamping kanan kiri mencakup ilmu keislaman murni dan terapan (tasawur, tafsiir, hadist, ilmu dakwah, kalam, tarbiyah dan lainnya), dan ilmu humaniora, soail dan alam (antropologi, sosiologi, kimia, atropologi, psikologi, fisikam sejarah, filsafat, politik dan lainnya), lalu terdapat garis yang menghubungkan dua menara tersebut yang berada di puncaknya.[13]

Integrasi agama dan sains tidak mencampuri satu sama lain namun saling menyempurnakan. Kekuatan model menara kembar ini yaitu pada kemenyatuan puncaknya. setiap menara merupakan disiplin keilmuan yang berbeda. lalu diantara menara tersebut disatukan melalui pendekatan epistemologis yang mengkaitkan dua disiplin ilmu yang berbeda tersebut. Sehingga akan melahirkan disiplin keilmuan yang berciri khas.  

Terdapat tiga pilar yang menghubungkan kedua menara ini yaitu: a) peneguhan ilmu keislaman murni tapi langka, b) penyatuan ilmu sains, sosial dan agama, c) penambahan jam keilmuan sains dan teknologi keilmuan keislaman (keseimbangkan antara sains dan agama)[14]. Adapun arah yang hendak dicapai oleh model twin towers yaitu konsep ulul albab (fikr, dzikir dan amal sholeh).

C.    Refleksi

Dalam melakukan sebuah integrasi keilmuan (umum dan agama) maka diperlukan sebuah landasan filsafat yaitu ontologis, epistemologis dan aksiologis. Dikarenakan filsafat merupakan langkah untuk mempertemukan ilmu umum dan Islam. Melalui berbagai model yang sudah diterapkan di universitas Islam, maka dapat dianalisis bahwa apabila dilihat dari segi ontologis, maka model integrasi tersebut bersifat integratif interdepedentif dimana ketiga model tersebut menjadikan al-Qur’an dan hadist sebagai core keilmuan. Secara epistemologis bersifat integratif komplementer, dimana ketiga model tersebut  mengatakan bahwa ilmu tersebut bisa di dapat dari penggunaan model jaring laba-laba, pohon ilmu dan twin towers dengan menggunakan ayat qauliyah dan kauniyah dalam pengintegrasiannya. Sedangkan secara aksiologi bersifat integratis kualifikatif, dimana ketiga model tersebut pada intinya membentuk satu tujuan, yaitu menghasilkan lulusan yang bermanfaat bagi bangsa negara, berakhlakul karimah, dan amal sholeh.

Paradigma melalui model-model tersebut dapat diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi sebagai usaha untuk mewujudkan penyatuan antara ilmu umum dan agama,. Sehingga akan menghasilkan lulusan yang profesional dalam artian memahami ilmu dunia dan akhirat yang bisa diterapkan dalam kehidupan nyata terutama di era saat ini.

D.    Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, didapat bahwa integrasi keilmuan adalah langkah untuk mengaitkan antara ilmu umum dan agama. Integrasi keilmuan bisa dipandang melalui 3 pilar filsafat ialah ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Model spider web ini merupakan model yang dirintis oleh Amin Abdullah, yang mana dari adanya disiplin akademik yang berbeda dapat saling berkaitan dan berkomunikasi secara aktif-dinamis.

Pohon ilmu merupakan model integrasi atau perpaduan antara ilmu umum/ ayat-ayat kauniyah dan ilmu agama Islam/ayat-ayat qauliyah.

Model twin towers yaitu dimana masing-masing ilmu mengalami perkembangan. Sebuah menara yang satu digambar sebagai ilmu keislaman, dan satunya lagi sebagai ilmu lainnya. Keduanya memiliki keterkaitan yang saling berinteraksi melalui pertemuan di puncak menara tersebut. Pertemuan ini disebut ilmu keislaman multidisipliner.


baca juga mengenal ilmu mantiq

baca juga ciri ijazah yang dibuthkan masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin, 2006, Islamic Studies Di Perguruan Tinggi : Paradigma Integratif

Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Abdullah, Amin, dkk, 2007,  Islamic Studies: Dalam Paradigma Integrasi Interkoneksi

(Sebuah Analogi), Yogyakarta : SUKA Press.

Abdullah, M. Amin, 2003, New Horizon of Islamic Studies Through Socio Cultural

Hermeneutics, dalam al-Jami’ah: Journal Of Islamic Studies, Vol. 41, No. 1.

Assegaf, Abd. Rahman, 2011, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan

Hadlari Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakrta: Rajawali Press.

Faishal, 2017-2018, Integrasi Ilmu dalam Pendidikan, Jurnal Ta’dibi, Vol VI, No. 2.  

Gumiandari, Septi, Agustin, Isnin, 2018, Nalar Integarsi Keilmuan Di Perguruan

Tinggi : Studi Kausus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Cirebon: CV. Confident.

In’am Esha, Muhammad,2010,  Menuju Pemikiran Filsafat, UIN Maliki Press: Malang.

Kamaruzzaman, 2018, Paradigma Islamisasi Ilmu di Indonesia Perspektif Amin

Abdullah, Jurnal Al-Aqidah, UIN Imam Bonjol Padang, Vol. 10, Ed. I.

Kuntowijoyo, 2005,  Islam Sebagai Ilmu, Jakarta: Teraju.

Siregar, Parluhutan, 2014, Integrasi Ilmu-Ilmu Keislaman Dalam Perspektif M. Amin

Abdullah, Jurnal MIQOT, Fak. Ushuluddin IAIN Sumatera Utara, Vol.

XXXVIII, No. 2.

Suprayogo, Imam, Membangun Integrasi Ilmu dan Agama: Pengalaman UIN Malang.

Zainal Abdidin Bagir, (ed), 2005,  Integrasi Ilmu dan Agama: Intepretasi dan Aksi, Bandung: PT. Mizan Pustaka Kerjasama dengan UGK dan Suka Press Yogyakarta.

Suprayogo, Imam, 2009, Paradigma Pengembangan Keilmuan Di Perguruan Tinggi,

Malang: UIN Malang Press.

Suprayogo, Imam, 2009,  Universitas Islam Unggul, UIN Malang-Press: Malang.

Syaifuddin, 2013, Integrated Twin Towers Dan Islamisasi Ilmu,  Jurnal Pendidikan

Agama Islam, Vol. 01, No. 01.

TIM UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015, Desain Akademik UIN Sunan Ampel

Surabaya: Building Character Qualities For The Smart, Pious and Honourable

Nation, Surabaya: UINSA Press.

 



[1] Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005), hal. 57-58

[2] Septi Gumiandari, Isnin Agustin, Nalar Integarsi Keilmuan Di Perguruan Tinggi : Studi Kausus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, (Cirebon: CV. Confident, 2018), hal. 17.

[3] Imam Suprayogo, Membangun Integrasi Ilmu dan Agama: Pengalaman UIN Malang.

[4] Amin Abdullah, dkk, Islamic Studies: Dalam Paradigma Integrasi Interkoneksi (Sebuah Analogi), (Yogyakarta : SUKA Press, 2007), hal. 107.

[5] Kamaruzzaman, Paradigma Islamisasi Ilmu di Indonesia Perspektif Amin Abdullah, Jurnal Al-Aqidah, (Padang: UIN Imam Bonjol, Juni 2018), Vol. 10, Ed. I, Hal. 8

[6] Parluhutan Siregar, Integrasi Ilmu-Ilmu Keislaman Dalam Perspektif M. Amin Abdullah, Jurnal MIQOT,( Sumatera Utara Fak. Ushuluddin IAIN, Juli-Desember 2014), Vol. XXXVIII, No. 2, hal. 10-11.

[7] Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadlari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakrta: Rajawali Press, 2011), hal. 29.

[8] M. Amin Abdullah, New Horizon of Islamic Studies Through Socio Cultural Hermeneutics, dalam al-Jami’ah: Journal Of Islamic Studies, Vol. 41, No. 1, 2003, hal. 16-19.

[9] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN Malang Press, 2009)

[10] Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran Filsafat, (UIN Maliki Press: Malang, 2010), hal. 67-68

[11] Imm Suprayogo, Universitas Islam Unggul, (UIN Malang-Press: Malang, 2009), hal. 166

[12] TIM UIN Sunan Ampel Surabaya, Desain Akademik UIN Sunan Ampel Surabaya: Building Character Qualities For The Smart, Pious and Honourable Nation, (Suarabaya: UINSA Press, 2015), hal 34-35.

[13] H. Syaifuddin, Integrated Twin Towers Dan Islamisasi Ilmu,  Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 01, No. 01, Mei 2013 hal 7.

[14] Faishal, Integrasi Ilmu dalam Pendidikan, Jurnal Ta’dibi, Vol VI, No. 2, September 2017-Februari 2018, hal. 18.

Share:

0 comments:

Post a Comment

About

AD BANNER