وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا
تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ
وَالْاَفْـِٕدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An nahl 16:78)
Ayat di atas memberikan kritikan
kepada kita manusia yang tidak mempergunakan ketiga alat ini untuk belajar dan
mengajarkan ilmu. Kita awali dengan pendengaran, yang berperan penting untuk
menangkap ilmu serta memberi info penting kepada pendengar kita. Maka catatan
kita bersama yaitu, diri yang sudah dilengkapi dengan pendengaran terindah untuk
dijadikan sebagai insan yang berguna. agar berguna tentu jalannya tidak lain selain mendengarkan ilmu dari guru dengan baik. Mendengarkan
nasihat dari orangtua. Mendengarkan ilmu agama dari ulama-ulama. Bahkan mampu
mendengarkan keluh kesah sesama.
Namun itu semua bisa kita rasakan
apabila pendegaran ini kita aktifkan dalam keadaan kita sedang belajar. Ketika sedang
belajar baik di sekolah maupun di tempat diskusi sering terjadi pertengkaran
argument. Kalian yang membaca tulisan ini, apakah pernah merasakan demikian? Yah…
jawaban utama ada pada pendengaran. Inilah fungsi kita bersekolah untuk diajari
beradab dan berahklaq. Dari sini penulis ingin mengatakan bahwa Ijazah yang
kita miliki akan menjadi manfaat apabila kita menjadi insan yang memenafaatkan
alat pendengaran sebagai titipin Allah yang Maha Sempura.
Selanjutnya ayat diatas memberikan
kita konsep dalam belajar untuk menggunakan alat penglihatan. Betapa banyak
yang belajar namun belum mampu menjawab persoalan yang nampak di depan matanya.
Entah itu persoalan pribadi, persoalan keluarga, persoalan pekerjaan hingga
persoalan kehidupan masyarakat. Kalian yang membaca tulisan ini, apakah pernah melihat orang seperti ini?
Atau kita bahkan acuh tak acuh sebab diri kita sendiri belum mampu dalam menjawab persoalan itu. Lantas dimana fungsi kita belajar dengan menghabiskan uang yang banyak, menghabiskan waktu yang panjang, membuang banyak tenaga?.
Mata sebagai alat kita gunakan untuk melihat ilmu-ilmu. Tentu memiliki tujuan agar kita bisa paham apa yang tertulis. Setelah kita melihat bacaan ilmu terkadang reaksi untuk menindak lanjuti sebuah ilmu menjadi penghalang untuk menjawab permasalah yang kita hadapi. Inilah salah satu kejadian di tengah para pelajar.
Untuk menjadi diri berkualitas akan ilmu kita miliki, tidak harus menunggu untuk mendapat ijazah setinggi langit. Memanfaatkan apa yang kita miliki dalam fokus mendalami minat ilmu kita sendiri, tentu ijazah akan datang dengan penuh penghargaan dari Ilahi. Ketika sedang belajar jangan lupa untuk menuangkan segala keihklasan pada diri anda untuk mencapai tujuan kemanfaatan di tengah masyarakat.
“Kita yang sedang belajar ditunggu
oleh mereka yang membutuhkan solusi masalah, tidak pernah diharapkan kita datang setelah
mendapatkan ijazah sebagai penambah masalah mereka”
Selanjutnya, yang ketiga merupakan alat yang bersembunyi di dalam dada kita, itulah hati. Keberadaanya tidak nampak oleh mata akan tetapi mampu mengubah keadaan seseorang secara tiba-tiba. Kita ambil sebuah contoh, hari ini perasaan kita senang karena mendapat hadiah, namun esok hari kita harus merasakan namanya kekecawaan sebab hal di luar kekuatan kita. Itulah kerja hati yang harus kita kuasai. Sebagai pelajar tentu hati menjadi kunci semangat dalam fokus menalaah sebuah ilmu.
Ketika keadaan hati sedang sempit tentu sangat sulit untuk mencernah sebuah ilmu. Ketika keadaan hati sedang sakit sangat besar keadaan kita untuk malas mengerjakan tugas. Ketika keadaan hati tidak sempurna lagi, maka sulit untuk menyuplai otak untuk berfikir positif. Sebagai pelajar yang baik, tentu harus menjaga kesucian hati. Sebab ketika hati berada pada posisi sejuk dan nyaman, peluang besar akan mempengharui kualitas pribadi kita. Ilmu yang diikat dengan hati yang suci mesti akan membuat pribadi seseorang sangat dibutuhkan ditengah masyarakat. Percaya atau tidak, maka kita akan buktikan dengan beranalogi dengan pertanyaan peristiwa. Apakah masyarakat kita mencari pemimpin yang memiliki pribadi emosi? Tentu tidak. Apakah masyarakat kita mencari ketua desa yang memiliki hati pilih kasih? Tentu tidak. Apakah sebuah perusahaan atau instansi mencari pekerja yang memiliki sifat antara suara hati dan perbuatan berbeda? Tentu tidak.
Dari sini kita mempelajari bahwa ijazah yang sudah kita kejar bertahun-tahun dengan biaya yang tidak sedikit perlu kita resapi kembali. Penulis ingin mengatakan bahwa ijazah tidak pernah salah dan keliru, akan tetapi nama yang tercantum di ijazah yang membuat ijazah itu sendiri tidak berwibawa dan bernilai.
"Pada intinya bahwa ciri ijazah yang dibutuhkan masyarakat yaitu ijazah dengan gelar pemberi solusi"
"kita adalah solusi bagi mereka"






Allo mas jus.
ReplyDeleteBisa dibuat untuk materi kultum, ni 😁
ReplyDeleteboleh di pakai motivasi anak anaknya mba heheh
Delete