blog ini memberikan ulasan ilmu-ilmu menjadi wawasan baru anda seperti Ilmu Hukum, Hukum Keluarga, Psikologi Keluarga, Kesehatan Keluarga, Ilmu Sosial, Dunia Pendidkan.

PEMBAHASAN SEJARAH PEMBUKUAN HADITS SEBELUM PENTADWIN

 

by : Lailatul Fatiha




  Sejarah Hadits Sebelum Pentadwinan

Perbincangan terkait hadits maka tidak akan terlepas dari kehidupan nabi Muhammad, mulai dari perkataan, perbuatan dan sifat beliau. Masa masa turunnya wahyu kepada nabi Muhammad termasuk dalam masa wurudnya hadits nabi. Sehingga apa yang didengar, dilihat, dirasa oleh para sahabat pada saat itu dijadikan pedoman dalam ibadah mereka.[1]

Masa hadist mulai bertumbuh pesat ketika Nabi telah berada di Yastrib (Madinah). Meski pada saat itu masyarakat Arab kurang begitu mengenal bahasa dan tulisan, kebanyakan belum memiliki pengatahuan dalam dunia membaca dan menulis. Kelompok masyarakat arab yang tidak memiliki keahlian tersebut disebut sebagai ummi. Masa turunnya wahyu serta masa hadist mulai menjadi perhatian masyarkat islam pada saat itu. Menjadikan irrasional dan aqidah pondasi dasar perubahan zaman jahiliyah menjadi zaman peradaban. Jalan ini yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dalam masa pengenalan wahyu Allah. Peristiwa ini terekam dalam Al-Qur’an yang berbunyi:

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Al-Jumu’ah: 2)

Ayat di atas menunjukkan  fakta awal akan perkembangan ilmu dalam kehidupan masyarakat islam. Setelah turunnya ayat ini, tulis menulis menjadi bagian aktivitas para sahabat dan menjadi pembelajaran masyarakat islam.  Rasulullah SAW sendiri mengangkat para  penulis wahyu yang berjumlah 40 orang yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit, bahkan adanya sejumlah penulis shahabiyah, diantara mereka : Ummul Mukminin Hafshah, Ummu Kultsum bin Uqbah, Asy Syifa binti Abdullah Al Quraisyiyah, Aisyah binti Sa’ad, dan Karimah binti Al Miqdad.[2]

baca juga:  Pelarangan Penulisan Hadits

Tidak berhenti demikian, sahabat juga mencari kabar dan ilmu kepada istri-istri Nabi melalui bertanya dan berdiskusi. Sahabat memperoleh hadist langsung dari Rasulullah dengan berbagai metode. Munurut Azami terdapat tiga cara, yaitu: Pertama, hadist diperoleh langsung dari qaul  Rasulullah. Upaya awal Rasul dalam mengajarkan kepada sahabat tentang islam ditempuh dengan pengajaran lisan. Seringkali Rasulullah mengulangi kata-kata di dalam penyampaiannya sampai tiga kali untuk memastikan sahabat mudah dalam memahami dan menghafalnya. Kedua, menyampaikan hadist dengan media tertulis atau Nabi mendiktekan kepada sahabat yang pandai menulis. Dalam kehidupan nabi ketika hendak mengirimkan surat kepada raja, penguasa, gubernur-gubernur muslim maka nabi mendiktekan isi surat kepada sahabat yang pandai menulis. Beberapa surat tersebut berisi tentang ketetapan hukum lslam, seperti ketentuan zakat dan tata cara beribadah. Ketiga, hadist didapatkan melalui tingkah laku praktek langsung yang dicontohkan oleh Rasulullah kepada sahabat. Misalnya ketika Rasul mengajarkan tata cara wudhu, shalat, puasa, serta menunaikan ibadah haji dan lain sebagainya.[3]

Lalu situasi sosial setelah Nabi Muhammad wafat pastinya mengalami perubahan. Biasanya para sahabat mengkonsultasikan msalah hukum bisa langsung kepada nabi namun seyelah wafatnya nabi para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits baik secara individu ataupun kolektif. Dosamping itu mereka mencari tahu kebenaran sebuah hadist pada perawi hingga yang bersambung langsung pada Nabi Muhammad. Tujuannya tidak lain untuk memelihara kualitas hadist.

baca juga: Periodesasi Perkembangan Hadits Hingga Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ilmu Fiqih



[1] Dr. Alamsyah M. Ag, Ilmu-Ilmu Hadis, AV. Anugrah Utama Raharja (AURA): Bandar Lampung, 2015 hal. 13.

[2] Syaikh Manna’ Al Khatan. Pengantar Studi Ilmu Hadits {Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2004}. hal 47

[3] Muhammad Mustafa Azami, Studies In Hadith Methodology and Literature, (Indiana: American Trust Publications, 1977), hal. 10

Share:

0 comments:

Post a Comment

About

AD BANNER