10 Tips Menjaga Keharmonisan Suami-isteri
Pentingnya Menikah
Ciri Pasangan yang Baik
Tips Komunikasi pada Anak
Memilih Suami Menurut Tuntunan Rasulullah
Memilih Istri Menurut Tuntunan Rasulullah
Sebab Perubahan Sosial
Alasan Cerai dalam Hukum Positif
Mengenal Ilmu Mantiq
PARADIGMA INTEGRASI ILMU
PARADIGMA INTEGRASI ILMU: MODEL JARING LABA-LABA, POHON ILMU DAN TWIN TOWERS
Lailatul Fatiha
Abstract
Integration is an effort to combine general
science and religion. The integration of science and religion requires a
philosophical foundation which consist of 3 pilars, namely ontology,
epistemology and axiology, so that religion is not only an ethical foundation
but also a philosophical basis for the development of science. So that in
integrating yhe general sciences and religious sciences, the following models
can be aplied in educational institutions, such as the spider web model, the
science tree model and twin towers model.
Keyword: Integration of Science, spider web
model, the science tree model and twin towers model.
A. Latar Belakang
Integrasi keilmuan lahir karena dikotomi antara ilmu umum dan agama.
Diantara faktor yang menjadikan dikotomi tersebut yaitu terdapat perbedaan
dalam hal ontologi, epistemologi dan aksiologi yang terdapat pada ilmu
pengetahuan tersebut.
Integrasi merupakan langkah untuk menyatupadukan wahyu Ilahi dan pikiran
manusia, tidak mengasingkan Tuhan dan manusia[1].
Karenanya dalam melakukan integrasi ilmu harus mempertimbangkan aspek
ontologis, epistemologis dan aksiologis. Secara ontologi harus mengetahui
adanya kenyataan lain disamping kenyataaan empiris. Secara epistemologi harus
menilik posisi wahyu dan naluri serta kaitan keduanya dengan akal. Secara
aksiologi harus menuju pada tujuan tertentu tidak hanya pada hal duniawi
semata.
Persoalan dikotomi tersebut membutuhkan solusi berupa integrasi keilmuan.
Hal ini bisa dilihat dengan menerapkan pemikiran para ilmuwan yang menghubungkan
ilmu umum dan ilmu agama dengan menggunakan sebuah model, seperti model pohon
ilmu ImamSuprayogo, jring laba-laba Amin Abdullah dan twin towers Nur Syam.
Oleh sebab itu, tulisan ini akan membahas lebih dalam mengenai paradigma
ilmu melalui model pohon jaring laba-laba, pohon ilmu dan twin towers.
B. Pembahasan
1. Paradigma Integrasi Ilmu
Kata Integrasi dari asal bahasa Inggris integration,
integrate yang artinya menghubungkan, dan menyatukan. Dalam konteks
keilmuan, arti integrasi ilmu merupakan sebuah proses untuk menyatukan ilmu
umum dan ilmu agama sehingga menghasilkan pola integratif terkait ilmu
pengetahuan.[2]
Menurut Imam Suprayogo memaknai konsep integrasi yaitu al-Qur’an dan hadist dijadikan
grand theory pengetahuan, menjadikan ayat ayat kauniyah dan qauliyah dapat
diterapkan.[3]Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa integrasi keilmuan merupakan langkah untuk menggabungkan ilmu umum dan agama.
Sebagaimana ungkapan Albert Einstein tentang
agama “Religion without science is blind, Science eithout religion is lame”
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa sains dan agama termasuk 2 bagian
yang tak terpisahkan. Sehingga dengan integrasi ini maka ilmu tidak bisa
dilihat secara parsial, namun menjadi satu kesatuan yang utuh, dimana ilmu yang
dikaji akan selalu berkembang secara dinamis dan mudah menyesuaikan engan
kebutuhan zaman.
2. Integrasi ilmu dalam aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi.
a. Sain dan agama dalam pandangan ontologi
Ontologi merupakan elemen filsafat yang membincangkan
mengenai hakekat yang ada. Dalam hal ini terbagi menjadi 3; mungkin ada (jawaz
al-wujud), mustahil ada (mustahil al-wujud), , dan wajib ada (wajib
al-wujud). Sehingga kedudukan ilmu dan agama itu menyatu dengan wujud Tuhan
yang bersifat wajib ada. Jadi, dari segi ontologi, integrasi antara ilmu dan
agama bersifat integratif-interpedentif, yaitu kedudukan antara ilmu dan agama
saling bergantung sama lain. Dan ilmu dan agama sama-sama berasal dari Tuhan.
b. Sains dan agama dalam pandangan epistemologi
Dalam pandangan epistemologi selalu didasari pemahaman
ontologi. Jika dalam pandangan ontologi integrasi antara ilmu dan agama
bersifat integratif-intedepedentif, maka menurit epistemologi bermakna
integratif-komplementer. Dikatakan bahwa sumber ilmu itu tidak berasal dari
akal dan indera saja, tapi juga dari intuisi dan wahyu. Seperti pengetahuan
yang dikelompokkan oleh filsuf al-kindi yaitu, ‘ilm Ilahi (ilmu yang
berasal dari Qur’an dan hadist), dan ‘ilm insani (ilmu berasal dari pikiran
manusia. Dimana kedua pengetahuan antara ‘ilm Ilahi dan ‘ilm Insani
saling integratif-komplementer. Dimana ‘ilm ilahi sebagai grand
tehory ilmu yang diambil dari ayat-ayat qauliyah, dan ‘ilm insani
diambil dari ayat-ayat kauniyah.
c. Sains dan agama dalam pandangan aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan
nilai.
Dari segi ontologis bersifat integratif-interdependentif,
secara epistemologis bersifat integratif-komplementer, maka secara aksiologis integrasi
ilmu agama bersifat integratis-kualifikatif. Dimana nilai (kebenaran, kebaikan,
keindahan dan keilahian) saling keterkaitan dan dijadikan pertimbangan untuk
menentukan kualitas nilai tersebut. Ilmu dan agama bukan sesuatu yang terpisah.
Kesempurnaan ilmu Tuhan dapat dinilai dari ciptaan-Nya di alam ini, dimana
tidak ada satupun ciptaan-Nya yang sia-sia.
Jadi, hubungan ilmu dan agama membutuhkan pijakan filosofis berupa
ontologi, epistemologi dan aksiologi, dengan ini, maka agama bukan sekedar
pijakan etis saja tetapi juga menjadi pijakan filosofis bagi perkembangan ilmu.
3. Model jaring laba-laba
Model spider web atau jaring laba-laba ini
merupakan model yang dirintis Amin Abdullah di UIN Yogyakarta. Model ini
digunakan untuk menjembatani jurang pemisah antara ilmu keIslaman klasik dan
ilmu baru. Amin Abdullah menggambarkan hubungan antara ilmu umum dan ilmu agama
secara metaforis digambarkan seperti jaring laba-laba (spider web). Dimana
antar ilmu tersebut saling bertautan secara aktif. Corak hubungan seperti ini
disebut corak integratif-interkonektif..[4] berdasar
pandangan Amin Abdullah corak integrasi interkoneksi merupakan bahasan mengenai
ilmu Islam dan mengkaji salah satu bidang ilmu lainnya dan melihat keterkaitan
antar disiplin ilmu tersebut (mempertemukan ilmu umum dan agama). Dimana model
ini merupakan konsep keilmuan yang berusaha untuk megaitkan antara ilmu alam,
ilmu agama dan humaniora. Sehingga ketiganya akan dapat berhubungan dengan bertegur
sapa satu sama lain. Tujuannya yaitu agar dapat mengerti kehidupan manusia
secara sistematis dan komprehensif.
Gambar model jaring laba-laba ini memiliki
arti bahwa visibility atau batas keilmuan integralistik sangat luas. Adapun
garis putus-putus bertujuan menentukan
tempat yang masih bisa diisi oleh bidang keilmuan lainnya. Yang berada di tengah
adalah al-Qur’an dan hadist sebagai core keilmuan. Yang didalamnya
terdapat metodologi an pendekatan yang bermacam-macam yang digunakan dalam
melakukan penafsiran Qur’an hadist secara hermeneutik. Kemudian, lapis
selanjutnya yaitu diisi oleh ilmu umum yang merupakan pengembangan dari ilmu
agama. Lapis terluar yaitu terkait topik yang sedang berkembang di masyarakat,
dimana topik tersebut digunakan untuk mempertemukan ilmu umum dan agama agar relevan
dengan kondisi saat ini. Sehingga topik yang diangkat harus sesuai dengan
perkembangan sosio-kultural.[5]
Uraian di atas dapat dilukiskan sebagai
berikut: jaring laba-laba ini terdiri dari 4 lapis lingkaran. Lapis pertama
(paling dalam) adalah al-Qur’an dan hadist. Lapis kedua yang membangun alur dan
berisi 8 disiplin akademik (ushuluddin yang mencakup falsafah, ilmu kalam,
tasawwuf, hadist, tarekh, fiiqh, tafsir dan lughoh). Lapis ketiga adalah alur
pengetahuan teoritik seperti (sosiologi, hermeneutik, filologi, fenomenologi,
psikologi, filsafat, sejarah, antropologi, arkeologi, etika, dan semiotika). Dan lapis keempat merupakan alur
pengetahuan aplikatif seperti ( masalah religius-pluralisme, sains dan
teknologi, ekonomi, HAM, politik, cultural studies, isu gender, masalah
lingkungan, dan sebagainya). [6]
Terdapat tiga pilar utama keilmuan integrasi
interkoneksi dalam jaring laba-laba ini yaitu hadlarah al-il, hadlarah
al-nash, hadlarah al-falsafah dan.[7]
Dengan demikian melalui paradigma ini, maka natural science, humanities
dan natural science akan saling terkait sehingga tidak lagi hidup sendiri. Meskipun
masing-masing ilmu tersebut tetap sesuai dengan identitasnya tanpa harus membaur
pada disiplin ilmu lainnya. Sehingga hal ini akan menghasilkan insan yang cakap
dalam mengatasi dan menganalisis segala permasalahan yang berkaitan dengan humanisme
dan religius di masa modern dan pascamodern dengan berbagai pendekatan yang
telah dikuasainya dalam ilmu sosial, alam dan humaniora kontemporer.[8] Oleh
sebab itu, disiplin ilmu pengetahuan tidak lagi berdiri sendiri, namun berbagai
disiplim ilmu harus saling berdialog untuk mengatasi berbagai isu yang sedang
berkembang saat ini.
4. Model pohon ilmu
Pohon ilmu termasuk model integrasi atau afiliasi
antara ilmu umum/ ayat-ayat kauniyah dan ilmu agama Islam/ayat-ayat qauliyah.
Model ini digagas oleh Prof. Imam Suprayogodi UIN Malang. Dimana menurut Imam Suprayogo mengatakan
tentang filosofis pohon ilmu “bahwa pada sebatang pohon, selalu terbayang pada
dirinya, terdapat sebuah keindahan, dan sangat tepat digunakan untuk
menerangkan tentang integrasi antara ilmu umum dan ilmu agama. Pohon tumbuh
dalam waktu lama, bertahun-tahun, bahkan beberapa jenis tertentu usianya
melebihi usia manusia. Kehidupan dan pertumbuhan pohon juga untuk menggambarkan
juga ilmu selalu tumbuh dan berkembang”.[9]
Menurut Muhammad In’am, pohon memiliki banyak
ilustrasi untuk berfilsafat. Akar digunakan untuk mengilustrasikan tentang asal
mula filsafat atau hal-hal yang menjadi pangkal tolak orang berfilsafat.
Sedangkan batang digunakan untuk menjelaskan tentang pokok bahasan utama dalam
filsafat yang kemudian melahirkan beragam sub pembahasan atau cabang pohon, dan
dari cabang itulah terdapat ranting yang menggambarkan sub-sub pembahsan.
Sedangkan buah, menggambarkan tujuan akhir dari berfilsafat yaitu kebenaran dan
manfaat praktisnya.[10]
Gambar di atas memiliki makna sebagai berikut:
Akar yang kokoh menggambarkan ilmu alat seperti lughoh Arab, lughoh Inggris, lughoh
Indonesia, filsafat ilmu, ilmu logika, IAD dan ISBD. Sedangkan batang pohon melambangkan
bahasan kaidah Islam seperti, sirah nabawiyah, al-Qur’an, pemikiran Islam,
hadist dan sejarah. Adapun dahan dan ranting menggambarkan ilmu humaniora,
sosial dan alam.[11]
Jadi, dalam pohon tersebut yang memiliki
beberapa komponen itu memiliki fungsi yang
berbeda, namun tetap merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu sama-sama
bertujuan untuk menghasilkan buah yang manis, sehat dan segar yang bermanfaat
bagi manusia. supaya pohon tidak tumbang
maka akarnya harus kuat, batangnya harus kokoh dan bagus serta dahan ranting
juga harus bagus dan segar. Artinya, apabila mahasiswa mengusai bidang keilmuan
dengan sangat baik, maka artinya semakin bagus mahasiswa menguasai bidang
keilmuan tersebut maka akan mampu mengembangkan dan memahami batang pohon. Yang
mana al-Qur’an dan hadist sebagai fondasi ilmu pengetahuan. Kemudian, dari
berbagai macam dahan dan ranting ini mahasiswa bisa memilih dan menguasai salah
satu dari ca bang keilmuan ini. Dahan dan ranting yang jumlahnya banyak ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan
selalu bertambah sesuai perkembangan zaman dan kepentingan manusia. Adapun buah
yang diproduksi oleh pohon tersebut melambangkan hasil dari penerapan pendidikan
Islam yaitu iman, amal dan akhlak.
5. Model twin towers
Model twin towers atau menara kembar yang di
gagas oleh Nur Syam yang diaplikasikan di UIN Surabaya. Menurut Tim UIN
Surabaya secara epistemologis, berusaha untuk melakukan pembangunan terhadap
struktur keilmuan, dimana agama, sosial dan ilmu alam ini memungkinkan bisa tumbuh
secara wajar dan memadai. Dimana masing-masing ilmu mengalami perkembangan. Bangunan
menara yang satu digambarkan sebagai ilmu keislaman, dan menara satu lagi
sebagai ilmu lainnya. Keduanya memiliki keterkaitan dan bertemu dalam puncak
yang saling bertemu, bertegur sapa dan berkomunikasi dan disebut dengan konsep
ilmu keislaman multidisipliner.[12]
Berdasarkan gambar menara kelilmuan tersebut
menggambarkan al-Qur’an dan hadist sebagi pondasi keilmuan, kemudian bangunan
menara yang berdiri tegak disamping kanan kiri mencakup ilmu keislaman murni
dan terapan (tasawur, tafsiir, hadist, ilmu dakwah, kalam, tarbiyah dan lainnya),
dan ilmu humaniora, soail dan alam (antropologi, sosiologi, kimia, atropologi,
psikologi, fisikam sejarah, filsafat, politik dan lainnya), lalu terdapat garis
yang menghubungkan dua menara tersebut yang berada di puncaknya.[13]
Integrasi agama dan sains tidak mencampuri satu
sama lain namun saling menyempurnakan. Kekuatan model menara kembar ini yaitu
pada kemenyatuan puncaknya. setiap menara merupakan disiplin keilmuan yang
berbeda. lalu diantara menara tersebut disatukan melalui pendekatan epistemologis
yang mengkaitkan dua disiplin ilmu yang berbeda tersebut. Sehingga akan
melahirkan disiplin keilmuan yang berciri khas.
Terdapat tiga pilar yang menghubungkan kedua
menara ini yaitu: a) peneguhan ilmu keislaman murni tapi langka, b) penyatuan ilmu
sains, sosial dan agama, c) penambahan jam keilmuan sains dan teknologi
keilmuan keislaman (keseimbangkan antara sains dan agama)[14]. Adapun
arah yang hendak dicapai oleh model twin towers yaitu konsep ulul albab (fikr,
dzikir dan amal sholeh).
C. Refleksi
Dalam melakukan sebuah integrasi keilmuan (umum dan agama) maka diperlukan
sebuah landasan filsafat yaitu ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Dikarenakan filsafat merupakan langkah untuk mempertemukan ilmu umum dan Islam.
Melalui berbagai model yang sudah diterapkan di universitas Islam, maka dapat
dianalisis bahwa apabila dilihat dari segi ontologis, maka model integrasi
tersebut bersifat integratif interdepedentif dimana ketiga model tersebut
menjadikan al-Qur’an dan hadist sebagai core keilmuan. Secara epistemologis bersifat
integratif komplementer, dimana ketiga model tersebut mengatakan bahwa ilmu tersebut bisa di dapat dari
penggunaan model jaring laba-laba, pohon ilmu dan twin towers dengan
menggunakan ayat qauliyah dan kauniyah dalam pengintegrasiannya. Sedangkan
secara aksiologi bersifat integratis kualifikatif, dimana ketiga model tersebut
pada intinya membentuk satu tujuan, yaitu menghasilkan lulusan yang bermanfaat
bagi bangsa negara, berakhlakul karimah, dan amal sholeh.
Paradigma melalui model-model tersebut dapat diterapkan di sekolah dan
perguruan tinggi sebagai usaha untuk mewujudkan penyatuan antara ilmu umum dan
agama,. Sehingga akan menghasilkan lulusan yang profesional dalam artian
memahami ilmu dunia dan akhirat yang bisa diterapkan dalam kehidupan nyata
terutama di era saat ini.
D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, didapat bahwa integrasi keilmuan adalah langkah
untuk mengaitkan antara ilmu umum dan agama. Integrasi keilmuan bisa dipandang
melalui 3 pilar filsafat ialah ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Model spider web ini merupakan model yang dirintis oleh Amin Abdullah, yang
mana dari adanya disiplin akademik yang berbeda dapat saling berkaitan dan berkomunikasi
secara aktif-dinamis.
Pohon ilmu merupakan model integrasi atau perpaduan antara ilmu umum/
ayat-ayat kauniyah dan ilmu agama Islam/ayat-ayat qauliyah.
Model twin towers yaitu dimana masing-masing ilmu mengalami perkembangan.
Sebuah menara yang satu digambar sebagai ilmu keislaman, dan satunya lagi
sebagai ilmu lainnya. Keduanya memiliki keterkaitan yang saling berinteraksi
melalui pertemuan di puncak menara tersebut. Pertemuan ini disebut ilmu
keislaman multidisipliner.
baca juga mengenal ilmu mantiq
baca juga ciri ijazah yang dibuthkan masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin, 2006, Islamic Studies Di
Perguruan Tinggi : Paradigma Integratif
Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Abdullah, Amin, dkk, 2007, Islamic Studies: Dalam Paradigma Integrasi
Interkoneksi
(Sebuah Analogi), Yogyakarta : SUKA Press.
Abdullah, M. Amin, 2003, New Horizon of
Islamic Studies Through Socio Cultural
Hermeneutics,
dalam al-Jami’ah: Journal Of Islamic Studies, Vol. 41, No. 1.
Assegaf, Abd. Rahman, 2011, Filsafat
Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan
Hadlari
Berbasis Integratif-Interkonektif, Jakrta: Rajawali Press.
Faishal, 2017-2018, Integrasi Ilmu dalam
Pendidikan, Jurnal Ta’dibi, Vol VI, No. 2.
Gumiandari, Septi, Agustin, Isnin, 2018, Nalar
Integarsi Keilmuan Di Perguruan
Tinggi : Studi
Kausus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Cirebon: CV. Confident.
In’am Esha, Muhammad,2010, Menuju Pemikiran Filsafat, UIN Maliki
Press: Malang.
Kamaruzzaman, 2018, Paradigma Islamisasi
Ilmu di Indonesia Perspektif Amin
Abdullah, Jurnal Al-Aqidah, UIN Imam Bonjol Padang,
Vol. 10, Ed. I.
Kuntowijoyo, 2005, Islam Sebagai Ilmu, Jakarta: Teraju.
Siregar, Parluhutan, 2014, Integrasi
Ilmu-Ilmu Keislaman Dalam Perspektif M. Amin
Abdullah, Jurnal MIQOT, Fak. Ushuluddin IAIN Sumatera
Utara, Vol.
XXXVIII, No. 2.
Suprayogo, Imam, Membangun Integrasi Ilmu
dan Agama: Pengalaman UIN Malang.
Zainal Abdidin Bagir, (ed), 2005, Integrasi Ilmu dan Agama: Intepretasi dan
Aksi, Bandung: PT. Mizan Pustaka Kerjasama dengan UGK dan Suka Press
Yogyakarta.
Suprayogo, Imam, 2009, Paradigma
Pengembangan Keilmuan Di Perguruan Tinggi,
Malang: UIN Malang Press.
Suprayogo, Imam, 2009, Universitas Islam Unggul, UIN Malang-Press:
Malang.
Syaifuddin, 2013, Integrated Twin Towers
Dan Islamisasi Ilmu, Jurnal
Pendidikan
Agama Islam, Vol. 01, No. 01.
TIM UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015, Desain
Akademik UIN Sunan Ampel
Surabaya:
Building Character Qualities For The Smart, Pious and Honourable
Nation, Surabaya: UINSA Press.
[1] Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu, (Jakarta: Teraju, 2005), hal. 57-58
[2] Septi Gumiandari, Isnin Agustin, Nalar Integarsi Keilmuan Di Perguruan
Tinggi : Studi Kausus IAIN Syekh Nurjati Cirebon, (Cirebon: CV. Confident,
2018), hal. 17.
[3] Imam Suprayogo, Membangun Integrasi Ilmu dan Agama: Pengalaman UIN
Malang.
[4] Amin Abdullah, dkk, Islamic Studies: Dalam Paradigma Integrasi
Interkoneksi (Sebuah Analogi), (Yogyakarta : SUKA Press, 2007), hal. 107.
[5] Kamaruzzaman, Paradigma Islamisasi Ilmu di Indonesia Perspektif Amin
Abdullah, Jurnal Al-Aqidah, (Padang: UIN Imam Bonjol, Juni 2018), Vol. 10,
Ed. I, Hal. 8
[6] Parluhutan Siregar, Integrasi Ilmu-Ilmu Keislaman Dalam Perspektif M.
Amin Abdullah, Jurnal MIQOT,( Sumatera Utara Fak. Ushuluddin IAIN,
Juli-Desember 2014), Vol. XXXVIII, No. 2, hal. 10-11.
[7] Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru
Pendidikan Hadlari Berbasis Integratif-Interkonektif, (Jakrta: Rajawali
Press, 2011), hal. 29.
[8] M. Amin Abdullah, New Horizon of Islamic Studies Through Socio Cultural
Hermeneutics, dalam al-Jami’ah: Journal Of Islamic Studies, Vol. 41, No. 1,
2003, hal. 16-19.
[9] Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Di Perguruan Tinggi,
(Malang: UIN Malang Press, 2009)
[10] Muhammad In’am Esha, Menuju Pemikiran Filsafat, (UIN Maliki Press:
Malang, 2010), hal. 67-68
[11] Imm Suprayogo, Universitas Islam Unggul, (UIN Malang-Press: Malang,
2009), hal. 166
[12] TIM UIN Sunan Ampel Surabaya, Desain Akademik UIN Sunan Ampel Surabaya:
Building Character Qualities For The Smart, Pious and Honourable Nation,
(Suarabaya: UINSA Press, 2015), hal 34-35.
[13] H. Syaifuddin, Integrated Twin Towers Dan Islamisasi Ilmu, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 01, No.
01, Mei 2013 hal 7.
[14] Faishal, Integrasi Ilmu dalam Pendidikan, Jurnal Ta’dibi, Vol VI,
No. 2, September 2017-Februari 2018, hal. 18.















